PEMBACA PERTAMA
Oleh Agus Hariono
Oleh Agus Hariono
Pembaca pertama dari sebuah tulisan—khususnya berupa buku—adalah editor atau biasa juga disebut penyunting. Ya, editorlah yang membaca secara keseluruhan naskah yang pertama secara teliti dan hati-hati, bahkan tidak hanya itu, editor yang yang pertama kali tahu tentang kesalahan tanda baca, ejaan, struktur kalimat, tanda baca dan kesalahan teknis penulisan lainnya.
Ada yang bilang pekerjaan editor itu lebih berat dan sulit ketimbang penulis. Ada yang mengibaratkan editor adalah orang yang memperbaiki bangunan yang sudah jadi. Bisa kita bayangkan, memperbaiki bangunan yang sudah jadi itu seperti apa. Ya, itulah salah satu tugas editor. Makanya tidak heran jika banyak tulisan yang ditolak oleh penerbit mayor lantaran bangunan rumahnya tidak begitu jelas, bahkan terlalu miring sehingga berat dan susah untuk diperbaiki. Artinya naskah yang diajukan sangat sulit untuk diperbaiki dan layak ditolak—tentu ini hanya salah satu faktor saja.
Tugas editor memang tidak mudah, oleh karenanya jarang orang yang mau menjadi editor. Tugas editor itu njlemet dan harus teliti. Selain harus membaca keseluruhan naskah, editor juga harus memeriksa dan memperbaiki teknis penulisan dan kaidah bahasa lainnya. Tidak semua orang telaten dengan pekerjaan ini. Editor memang orang pertama kali yang membaca naskah sebuah buku dengan sangat serius, bahkan melebihi penulisnya sendiri. Banyak penulis yang enggan membaca tulisannya kembali. Sehingga mereka tidak mengetahui kalau dalam tulisannya masih terdapat kesalahan.
Tugas seorang editor berada di balik layar. Di balik buku-buku best seller ada perjuangan seorang editor yang berperan di sana. Namun, seringkali editor hanyalah editor, yang dianggap tenaga professional, sehingga begitu tugas selesai, selesai pulalah urusan. Namun, tidak mengapa, masih banyak keuntungan yang bisa didapat oleh seorang editor. Misalnya, kaitan dengan ilmu-ilmu baru, seorang editor yang sudah bisa dipastikan akan membaca seluruh naskah yang mereka edit, pastilah mereka akan mendapatkan asupan ilmu melebihi pembaca lainnya. Orang lain belum membeli, dia sudah khatam lebih dulu.
Itulah suka dan duka seorang editor. Tapi, saya suka dengan kerjaan sebagai editor. Ya, meski editor amatiran. Tapi, saya bisa mengambil banyak manfaat dari aktivitas itu. Banyak hal-hal yang mendorong saya untuk mempelajari suatu ilmu yang baru. Banyak hal-hal yang bisa menginspirasi untuk membuat sesuatu yang baru. Dan masih banyak lagi aneka manfaat dari kegiatan editing.
Seperti saya jelaskan di atas bahwa seorang editor adalah orang yang pertama kali membaca secara serius dan teliti terhadap satu tulisan berupa buku, yang keseriusannya kadang melebihi penulis buku itu sendiri. Inilah yang saya rasakan ketika membantu adik-adik untuk mengeditkan sebuah naskah buku antologi. Buku yang ditulis secara bersama-sama.
Dalam proses penerbitan buku ini, saya yakin bahwa sayalah orang pertama yang khatam seluruh tulisan yang ada dalam buku tersebut. Yang paling pertama membaca adalah penulisnya, memang iya, tapi yang pertama membaca secara keseluruhan adalah saya. Penulis hanya membaca tulisannya sendiri, sedang dalam buku itu kan ada berbagai tulisan dari beberapa penulis, sehingga tidak mungkin mereka akan membaca satu persatu tulisan temannya sebelum tulisan tersebut terkumpul dan menjadi sebuah buku.
Menjadi seorang editor, apalagi editor buku yang ditulis secara bersama-sama, kita bisa mengetahui model tulisan dari para penulis. Bahkan kita juga bisa lebih menguasai terhadap satu tema yang dibahas dalam buku tersebut, karena kita telah membaca tentang tema tersebut dari berbagai sudut pandang. Begitu juga ketika kita menjadi editor buku yang berisi tentang catatan pengalaman pada suatu program, kita justru yang lebih tahu tentang keseluruhan pengalaman yang dialami oleh seluruh penulis yang ada.
Sebagaimana tulisan ini, saya menulisnya atas inspirasi dari naskah buku yang sedang saya edit. Buku tersebut berisi tentang pengalaman dalam mengikuti suatu program. Masing-masing peserta menceritakan pengalaman yang dialaminya selama mengikuti program. Masing-masing mereka ditempatkan di lokasi yang berbeda, sehingga satu dengan yang lain memiliki cerita yang berbeda. Meskipun ada sebagian yang satu lokasi, namun tetap saja cerita mereka akan berbeda.
Dari sekian cerita yang ditulis peserta program yang berbeda dan di lokasi yang berbeda, menjadi semakin menarik. Saya sendiri merasakan seolah saya ikut bersama mereka, seolah saya sedang di depan mereka yang sedang bercerita. Mereka menceritakan mulai dari keunikan-keunikan, kemenarikan-kemenarikan, kekonyolan-kekonyolan, hingga suatu pelajaran yang amat berharga menurut saya. Misalnya, bagaimana tradisi masing-masing daerah dalam menyambut dan melayani tamu. Bagaimana sikap siswa sekolah terhadap guru, dan masih banyak hal lain yang saya dapatkan dari mengedit sebuah naskah buku.
Memang editor adalah pekerjaan yang berat dan sulit, namun bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, ternyata mengedit itu mengasyikan. Apalagi jika dilihat dari sudut pandangan orang yang sedang belajar, sudah barang tentu akan mendapat ilmu yang melimpah. Saya sendiri melakukan ini sebagai upaya menutut ilmu. Bahwa ilmu itu luas cakupanya, dan salah satunya adalah ilmu tentang editing. Begitu juga dengan belajar, bahwa belajar itu luas cakupannya, maka saya berniat untuk belajar mengedit. Semoga Allah meridhai. Aamiin.

Komentar
Posting Komentar