MENAKAR KEBAIKAN
ALLAH
Oleh Agus Hariono
Seringkali sebagian kita menilai, bahwa Allah itu baik
ketika kita memiliki harta yang banyak, mobil yang bagus, rumah yang mewah,
perusahaan yang banyak, sawah yang luas, jabatan yang tinggi, posisi yang
strategis, dan uang yang banyak. Kalau itu yang menjadi ukuran tentang kebaikan
Allah, tentu amat sedikit orang yang akan mendapatkannya. Sementara kebaikan
Allah itu meliputi seluruh alam semesta ini.
Tentu kebaikan Allah tidak terbatas pada bentuk materi
saja. Ada kebaikan yang berupa non materi yang justru itu menjadi esensi. Mari
kita melihat kebaikan Allah dalam bentuk yang lain dengan merenungkan hadis di
bawah ini.
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَ صلى الله عليه وسلم قال أَرْبَعٌ مَنْ
أُعْطِيْهِنَّ فَقَدْ أُعْطِيَ خَيْرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةٍ قَلْبٌ شَاكِرٌ
وَلِسَانٌ ذَاكِرٌ وَبَدَنٌ عَلَى الْبَلَاءِ صَابِرٌ وَزَوْجَةٌ لَا تَبْغِيْهِ
خَوْناً فِى نَفْسِهَا وَمَالِهِ (البيهقي، الطبرانين
أبو يعلى) الدرر المنثور
Ada empat hal yang siapa saja diberikan kepadanya
berarti ia dikarunia kebaikan dunia dan akhirat. Pertama, Qalbun syakirun (hati
yang senantisa bersyukur). Dalam peribahasa disebut my heart is may home.
Hatiku adalah rumahku. Kalau luas hati, rumah yang sempit pun terasa luas.
Namun, jika sempit hati rumah yang luas pun akan terasa sempit. Itulah gambaran
orang yang memiliki hati yang senantiasa bersyukur. Tentu tidak terbatas
menyukuri hal-hal yang berupa materi, namun juga non materi.
Sebagaimana dalam Alquran, bahwa semakin orang itu
pandai bersyukur maka Allah akan menambah nikmat itu. Orang yang bersyukur
adalah orang yang tahu diri. Tahu berterima kasih. Janganlah kita menjadi orang
yang tidak bersyukur. Terlihat kaya harta, tapi miskin hati. Nampak memiliki
harta yang banyak, tapi tidak manfaat.
Menurut orang sufi orang kaya ada dua, yaitu kaya
majazi dan kaya hakiki. Kaya majazi yaitu orang yang bergelimang harta, tapi
masih merasa miskin. Hidup sudah serba ada, tapi masih merasa kurang. Rumah
sudah mewah, namun masih merasa belum apa-apa. Dalam serba ada, masih merasa
kekurangan. Maka, dalam hidup pun terus merasa kekurangan. Oleh karena itu,
diberi hati yang kaya merupakan kebaikan. Hati yang kaya adalah hati yang luas.
Hati yang luas tandanya ada dua, pandai bersyukur dan tidak mengingkari pemberian
Allah. Beda dengan hati yang sempit. Ia akan disiksa oleh hatinya sendiri,
karena tidak pandai bersyukur.
Kedua, Walisaanun dzakirun (lisan yang
selalu berdzikir). Berdzikir dalam arti yang seluas-luasnya. Melihat segala
ciptaan Allah, seperti gunung yang menjulang tinggi, langit yang membentang
luas, bintang yang bertaburan, matahari yang bersinar, bulan yang indah,
hamparan lautan yang luas, dan melihat fenomena apa pun senantiasa berdzikir.
Membaca takbir, tahmid, tahlil, tasbih, juga dzikir. Diberi lidah yang
senantiasa berdzikir merupakan kebaikan Allah.
Ketiga, Wabadanun alal bala’i shobirun (badan
yang sabar menghadapi ujian). Diberi badan yang tegar merupakan kebaikan. Karena
setiap orang akan menerima ujian-ujian. Maka badan yang tegar dan mental yang
kuat diperlukan. Cobaan yang diberikan oleh Allah ada dua. Wanabnukum
bilkhairi wa syarri. Kami akan uji
kamu dengan yang baik dan yang tidak baik, yang enak dan yang tidak enak,
dengan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Ujian tidak hanya sakit, sehat pun juga ujian. Bukan
hanya miskin, kaya pun juga ujian. Tidak hanya yang tidak punya jabatan ujian,
yang naik jabatan pun juga ujian. Seringkali di antara kita yang bilang kalau
sedang diuji ketika miskin, beranjak kaya, lupa daratan. Bahkan seringpula
orang lulus ketika diuji dengan kemiskinan, tapi gagal berantakan ketika diuji
dengan kekayaan. Dan jarang kita jumpai, orang yang berkata, “Aduh, saya sedang
diuji. Karena harta saya melimpah, uang saya banyak.” Jarang sekali. Oleh
karenanya, diberi badan yang sabar menghadapi ujian adalah kebaikan.
Keempat, Zaujatan shalihatan
(istri yang tidak berkhianat di dalam dirinya maupun harta suaminya). Berutung
bagi orang yang memiliki istri yang sekaligus pendamping. Karena tidak setiap
istri itu adalah pendamping. Tentu saja, contoh ideal istri yang sekaligus
pendamping adalah umul mukminin Khadijah. Betapa beliau menjadi istri sekaligus
pendamping bagi Rasul. Di saat orang lain belum beriman, beliau beriman. Di
saat orang kafir memusuhi, beliau menguarkan hartanya untuk berjuang. Di saat
nabi dalam masa sulit, beliau tampil menghibur dan menenangkan. Di saat nabi
gemetaran ketika pertama kali bertemu malaikat Jibril, beliau tampil dengan
menyelimuti sambil berkata, “kalla ma yuhzikallahu abada.” Jangan
khawatir Allah tidak akan menyusahkanmu untuk selamanya, tenanglah.
Rumah tangga adalah kesuksesan kita. Karena itu kalau
diberikan istri yang shalehah itu sudah kebaikan dunia kebaikan akhirat.
Marilah, Ramadhan ini kita jadikan sebagai wadah dalam menempa diri untuk
senantiasa menyukuri kebaikan-kebaikan Allah baik berupa materi maupun yang non
materi dengan cara berbuat baik dan beramal saleh. Semoga kebaikan-kebaikan
Allah senantiasa menyertai dalam hidup dan kehidupan kita. Amin.
Wallahu a’lam!

Komentar
Posting Komentar