UNTUK
APA KITA BERTANDING?
Oleh Agus Hariono
Setiap kita pasti akan dihadapkan dengan
pertandingan-pertandingan dalam hidup ini. Baik pertandingan yang sifatnya
main-main maupun pertandingan yang sesungguhnya. Pertandingan yang main-main
adalah pertandingan yang kemenangannya hanya sebagai hiburan belaka. Sedang
pertandingan yang sesungguhnya, kemenangannya digunakan untuk memperbaiki hidup
dan meningkatkan kualitas diri.
Pertanyaannya, menghadapi
pertandingan-pertandingan tersebut kita bertanding untuk menang atau justru
bertanding untuk kalah?
Pertanyaan mendasar itu muncul karena banyak
sekali fenomena yang terjadi bahwa tidak semua orang bertanding bertujuan untuk
menang. Banyak orang justru bertanding
di gelanggang kehidupan ini hanya untuk menghidari dari kekalahan. Orang yang
bertanding menghindar dari kekalahan sama halnya memfokuskan dirinya tidak pada
kemenangan, tapi pada apa yang telah
dimilikinya. Energi yang besar hanya untuk memepertahankan status quonya.
Tidak berani berhadapan dengan kompetitor secara langsung. Dan cenderung
bermain aman.
Waspada dan menjaga apa yang sudah dipunyai
memang perlu dan penting. Tapi harus direnungkan kembali bahwa memfokuskan diri
menjaga dan mempertahankan posisi yang s
Orang yang hanya sibuk menjaga apa yang mereka
miliki dan melakukan apa yang selalu mereka lakukan, mereka berisiko kehilangan
kesempatan. Kesempatan untuk melakukan hal-hal yang baru untuk melangkah ke
alam yang baru dan menangkap kesempatan baru. Alih-alih mereka melakukan
tindakan untuk menambah nilai, mereka justru diam karena takut mengguncang
perahunya yang beriko pada kehilangan posisi.
Banyak cerita tentang perjalanan karier orang,
mereka bekerja keras sehingga bisa membawa kesuksesan, keamanan dan status
mereka saat ini. Mereka bekerja keras. Mencurahkan sekian banyak jam untuk
mendulang karier mereka agar semakin bagus. Mereka menguasai pekerjaannya,
bahkan dengan mata tertutup—artinya sangat menguasai—mereka bisa
melakukannnya. Pekerjaan itu menjadi
miliki mereka. Itu adalah sesuatu yang nyaman.
Ketika sudah pada fase yang demikian itu, orang
akan sulit merisikokan pekerjaannya itu. Mereka cenderung berada dalam posisi
itu, tidak mau beradaptasi pada kesempatan yang lain, enggan menginvestasikan
waktu untuk membangun kompetensi mereka, dan mengambil peranan yang lebih
besar. Apalagi sesuatu yang belum pasti berhasil. Tentu orang yang demikian itu
akan lebih memilih bertahan dengan apa yang mereka tahu.
Tanpa disadari, teryata kesombongan mulai
merangkak masuk. Mereka menolak, menutup hati dan mencibir apa pun yang baru.
Menghidari kekalahan—untuk melindungi apa yang sudah mereka miliki—menjadi cara
yang paling ampuh. Inilah yang dimaksud bertanding untuk kalah atau menghidari
kekalahan.
Beda dengan bertanding untuk menang, orang yang
bertanding untuk menang, selalu mengalirkan energi untuk menciptakan peluang
baru, membuka ranah baru, dan mengejar
apa pun yang kita inginkan untuk terjadi. Orang yang bertanding untuk menang
berani merisikokan apa yang telah dimiliki demi sesuatu yang lebih besar dan
lebih baik.
Merisikokan atau menukar sesuatu yang kita
miliki dengan ketidakpastian masa depan yang belum tercipta tentu butuh
keberanian. Dalam bertanding untuk menang di pertandingan kehidupan ini tidak
selalu mencetak gol kemenangan. Kadang jatuh, kadangpula tersungkur. Bahkan
kadang risiko yang kita ambil tidak tertebus
seperti apa yang kita pikirkan.
Jadi, dalam bertanding dalam kehidupan ini,
kita tidak selalu harus berada dalam posisi nyaman. Terlalu menjaga dan
melindungi apa yang telah kita miliki sehingga lupa untuk meraih kesempatan
baru dan mengambil peran yang lebih besar. Reiner Knizia asal Jerman pernah
berkata, “Saat bermain, tujuannya adalah untuk menang, tapi yang terpenting
adalah tujuannya, bukan kemenangannya.”
Di mana pun kita harus proaktif, dan berani
mengejar apa yang kita benar-benar inginkan bukan hanya bermain aman.
Bertandinglah untuk menang, bukan untuk menghindari kekalahan. Dalam
pertandingan kehidupan yang lebih besar, bermain aman seringkali merupakan
taktik paling bahaya.
Wallahu a’lam!

Komentar
Posting Komentar