KERETA DAN LEMBAGA


Kereta api akan dapat berjalan baik apabila berjalan di atas rel yang disediakan. Kita bisa membayangkan apabila kereta api berjalan tanpa rel, akibat yang ditimbulkan pasti sangat luar biasa. Selain tujuan tidak tercapai maka sepanjang perjalanan juga banyak merusak dan merugikan orang lain. Bahwa kereta api dan rel adalah hukum kausalitas, sebab akibat, sekaligus merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Ia tidak dapat bekerja maksimal apabila tidak ada yang lain. Dan tidak ada satupun insinyur yang merancang pembuatan kereta, digunakan untuk merugikan orang lain bahkan merusak. Namun, semua insinyur merancang sebuah kereta dengan seksama agar dapat digunakan secara efektif efisien sebagai angkutan masal yang mudah dan banyak diminati masyarakat.

Analogi kereta api dan rel inilah setidaknya dapat memberikan gambaran betapa sebab akibat, kausalitas, berpasang-pasangan itu adalah sebuah keniscayaan. Ia dapat difungsikan dengan baik apabila ada pasangannya. Ia akan berhasil dengan baik apabila ada penyebab yang memungkinkan itu terjadi. Kereta api akan bisa berjalan focus hingga tujuan yang ditentuan apabila ada relnya. Rel merupakan pedoman/pijakan yang harus lebih awal ditentukan / diadakan, baru kemudian kereka bisa berdiri tegak di atasnya bahkan bisa berjalan mulus sesuai tujuan yang ditentukan.

Ibarat sebuah rumah rel adalah fondasinya, yang harus ada dan kuat. Rel kereta api memang harus kuat menyangga berat body kereta selama sepanjang perjalanan. Karena ia sebuah keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Sekali lalai dalam memasang rel, tidak kuat mencekram dilandasan tanah, maka sudah dipastikan perjalanan kereta nantinya akan oling, bahkan mungkin juga terjadi kecelakaan. Memasang rel butuh perencaan yang matang dan pelaksanaan yang serius agar standar yang ditentukan dapat dipenuhi. Sehingga harapan dan keselamatan dapat tercapai.

Tidak berbeda ketika menjalankan kereta api,  menjalankan sebuah lembaga atau instansi juga sama. Lembaga apapun itu, semuanya memiliki cita-cita atau tujuan. Maka kenapa setiap lembaga memiliki visi dan misi. Apa hubungan visi dan misi dengan perjalanan lembaga. Ternyata visi misi dalam sebuah lembaga adalah ibarat kereta api dan rel. karena visi merupakan fondasi bagi sebuah lembaga. Secara prinsip memang antara rel dan kereta maupun visi dengan lembaga memiliki kesamaan. Atau setidaknya kedua hal tersebut bisa saling menganalogikan.

Walaupun sekilas terlihat sama, namun kedua hal tersebut memiliki perbedaan yang pada  tataran operasionalnya. Kereta api akan dapat berjalan dengan baik hanya dengan syarat relnya tertancap secara kuat di tanah. Namun, berbeda dengan lembaga. Lembaga akan dapat dijalankan dengan baik tidak cukup hanya dengan memiliki visi saja. Banyak hal yang harus diperhatikan ketika menjalankan lembaga. Jika kereta bisa berjalan di atas rel karena ada roda dan mesinnya. Sedang lembaga bisa berjalan di atas visi yang sudah ditentukan apabila ada sumber daya manusia (SDM) yang memiliki etos yang baik. Apabila mesin dan roda bisa saja disetting atau diformat sama satu sesuai dengan yang lain sesuai standar yang diinginkan. Tapi, berbeda dengan dengan SDM dalam sebuah lembaga. SDM dalam sebuah lembaga sangat beragam dan sangat kompleks. Semakin besar lembaga semakin banyak SDM maka semakin kompleks pula persoalan yang harus didandani.

Lembaga memiliki mesin dan roda yang sangat beragam. Dan memiliki dua kemungkinan yaitu baik dan buruk. Apabila SDM lembaga solid, kompeten, kerjasama, ikhlas maka, kecepatanya mungkin melebihi kereta dan itu baik. Namun, jika sebaliknya barang kali lebih lambat dibanding kereta berhenti, maka ini buruk. Memang terkesan ekstrim namun itu bisa juga menjadi kenyataan. Mengapa bisa lebih lambat dari pada kereta berhenti karena mungkin saja lembaga tersebut gagal berantakan karena SDM tidak dimenej dengan baik. Dalam istilah psikologi manusia sering diistilahkan sebagai manusia yang sangat unik. Karena unik, maka perlu strategi yang jitu untuk menjinakkan. Maka tidak heran jika masinis kereta atau pimpinan lembaga itu bukan sembarang orang, terlebih pimpinan lembaga. Sekali keliru dalam memilih maka akibatnya adalah selama kepemimpinan itu berlangsung.

Bahwa mengapa dalam menjalankan lembaga tidak semudah menjalankan kereta api. Jika kereta api perangkat sudah standar maka akan berjalan baik. Dan untuk menstandarkan pun juga tidak sulit. Karena pada umumnya kereta api adalah milik pemerintah sehingga tidak ada alasan tidak bisa menstandarkan karena alasan pendanaan dan lainnya. Namun, sekali lagi beda dengan lembaga, untuk menentukan fondasi saja perlu upaya keras dari berbagai fihak. Mau diarahkan ke mana lembaga tersebut butuh penyamaan persepsi yang tidak gampang. Terlebih lembaga milik orang banyak. Yang sudah barang tentu keinginannya juga banyak, setiap kepala memiliki keinginan masing-masing, setiap muka memiliki keinginan untuk tampil di depan.

Fenomena itu memang bisa dikatakan wajar namun juga tidak. Bahwa untuk menentukan arah ke mana arah lembaga akan dijalankan sudah ada rambu-rambunya terlebih lembaga yang sudah memiliki identitas sebagai lembaga apa. Maka, jika itu pun sulit untuk dilakukan maka ini dapat dikatakan tidak wajar. Visi atau fondasi dalam sebuah lembaga suatu keniscayaan. Tidak bisa ditawar lagi. Dan tidak ada lembaga yang dikatakan berhasil tanpa ada visi. Karena tidak ada ukuran lembaga itu berhasil atau tidak. Lembaga dikatakan berhasil apabila sudah memenuhi target yang ditentukan atau sudah mencapai tujuan yang tuju, itulah baru dikatakan berhasil atau sukses.

Pada sebuah lembaga tidak hanya berhenti pada visi. Visi adalah cita-cita ideal dalam sebuah lembaga. Visi akan dapat diwujudkan jika sudah dibreakdown dalam bentuk program. Dan sudah pasti program juga menjadi keniscayaan bagi sebuah lembaga. Maka, lembaga tidak boleh menganggap remeh sebuah program. Bahwa apapun yang dilakukan, energi berapun yang sudah dikeluarkan, tidak akan ada harganya sama sekali dalam konteks keberhasilan, jika tidak ada dasar/pedoman untuk mencapai cita-cita.

Menjalankan lembaga tidak boleh asal jalan. Karena efeknya berdampak kepada banyak orang. Dibutuhkan perencanaan yang matang. Perencaan lembaga bisa diawali dari penyusunan visi dan dilanjutkan dengan program, baik jangka panjang, menengah, maupun jangka pendek. Dengan kata lain fondasi harus diperkuat karena menjadi keniscayaan. Sekaligus sebagai parameter sebuah lembaga profesional dan berkualitas. Baru jika fondasi sudah kuat maka menuju ke langkah operasionalnya. Dan jangan dibalik operasionalnya saja yang melulu dikerjakan namun lupa fondasionalnya belum dibangun.

Semua steak holder harus faham sadar sadar terkait hal ini karena menyangkut keberlansungan sebuah lembaga. Kadang pengelola lembaga mengeluh mengapa tidak bisa sukses, maju, dan berkembang seperti lembaga yang lain. Mereka tidak sadar bahwa yang sudah dilakukan tidak memiliki dasar apapun. Hanya menjalankan rutinitas yang tidak memiliki tujuan mau kemana. Asal jalan, asal dilaksanakan, maka hasilnya juga asal-asalan. Itulah sulitnya menstandarkan roda dan mesinnya lembaga. Belum lagi jika ada salah seorang yang maunya menang sendiri, merasa paling pintar, dan merasa di atas angin. Maka akan semakin sulit sebuah lembaga menentukan arahnya.

Bahwa pintar, faham, kompeten memang iya sangat dibutuhkan dalam menjalankan lembaga, namun jika merasa pintar, merasa paling faham, dan merasa paling kompeten maka inilah sebenarnya ganjalan paling besar dalam sebuah lembaga. Untuk fondasi sebuah lembaga memang harus diupayakan dengan keras. Mengerahkan tenaga dan fikiran dari berbabagai fihak terkait secara intens. Disusun dengan dasar evaluasi dan data-data yang valid dan tidak sekedar asumsi. Jika pun data tidak punya silahkan disusun dengan bijak dan diyakini serta didukung bersama-sama. Minimal ada fakta-fakta yang dilihat langsung sebagai bahan diskusi dan tidak sekedar asumsi-asumsi yang didapat dari luar dan tidak pernah terjun langsung menjadi pelaksana.


Prinsip ini juga berlaku pada jajaran di bawahnya. Bahwa setiap apa saja yang dilakukan lembaga maka arahnya harus senergis / singkron / relevan dengan tujuan ideal lembaga. Semua harus dikaji dan diawali dari fondasi kemudian langkah operasional. Dua hal ini menjadi prinsip pokok dalam menjalankan sebuah lembaga. ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Unsur terkecil apapun harus melalui tahapan itu. Maka, setidaknya untuk mencapai keberhasilan 70 % sudah di depan mata. Namun jangan berharap lebih, jika fondasi ini masih dianggap remeh. Fondasi adalah persiapan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELETAKAN BATU KEBERHASILAN

MEMBACA PIKIRAN ORANG